Mudik, mudiik, horee! Mudik memang menyenangkan karena bisa sekalian liburan di kampung. Apalagi bagi perantau, bisa jadi hanya setahun sekali ketemu dengan orang tua atau mertua.
Sumber: PixabayKalau
mudik barang-bareng emang bawaannya happy
tetapi rasa itu bisa berubah drastis jadi marah atau sedih. Kok bisa? Ya karena
ucapan orang-orang nyinyir yang entah sengaja atau tidak melukai hati.
Hantaman Itu Berupa Ejekan
Pulang
kampung berarti bersua kembali dengan tetangga lama dan para kerabat. Akan tetapi
ada bencana yang siap menyerang ketika ada satu saja pengkritik di antara mereka.
Entah apa motifnya, dia mengejek cara kita untuk mengasuh anak.
Heran
ya mengapa ada manusia seperti ini? Saudara saja bukan, ketemu juga jarang,
begitu bertamu malah tanya-tanya. “Kok anakmu kurus? Enggak dikasih makan ya? Susunya
kurang mahal tuh! Ih giginya tonggos karena kebanyakan ngedot!”
Kapan Nambah Anak?
Nah
kalau daku selalu ditanya kapan nambah anak? Jawabannya hanya dengan senyuman. Iyaa
kalau dijawab alasan kesehatan pasti disanggah, katanya daku masih muda,
kasihan anaknya enggak punya adik, dll. Lha daku yang punya anak kenapa orang
lain yang rempong? Kalau kumat sakit-sakitan pas hamil apa dia mau nanggung
biaya berobatnya?
Pemaksaan MPASI Dini
Satu
lagi yang bikin puyeng adalah pemaksaan pemberian MPASI (makanan pendamping
ASI) padahal anak masih berusia di bawah 6 bulan. Katanya iyaa dulu anak masih piyik disuapin pisang, bahkan nasi
lumat, tidak apa-apa. Sudah ngotot pakai acara mengancam pula.
Daku
bisa bersungut beneran kalau ada manusia model begini. Maunya mudik dalam
keadaan senang malah jadi emosi. Anak lu
anak lu jangan ngajak-ngajak anak gue MPASI dini! Apalagi kalau ada yang jejelin kue tanpa PIRT dan gak jelas produksi mana ke mulut anak, ngasih minuman berpemanis buatan, atau sebotol soda tanpa izin. Beneran ngamuk gueeee.
Ibu yang Keras Kepala
Kalau
masalah pembenaran manner dan
kebiasaan yang berbeda saat pulang kampung maka daku masih bisa toleransi. Akan
tetapi kalau menyangkut body shaming, KDRT
verbal terhadap anak (dan bundanya), atau pemaksaan MPASI dini maka tidak bisa
didiamkan begitu saja. Mau dianggap keras kepala? Lah ini kan demi kesehatan
anak di masa depan.
Trauma Mudik
Beneran
deh sekali kena manusia model kayak gini maka daku jadi malas mudik. Jadilah Saladin tidak pernah datang ke rumah mbah
buyutnya di Jepara. Daku lebih nyaman dan tenang berlebaran di rumah ibu mertua
terkasih, yang memang jarak rumahnya lebih dekat (hanya 40 menit naik sepeda
motor sudah sampai). Daku enggak mau ke Jepara karena banyak faktor dan salah
satunya adalah Saladin tidak kuat panas.
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Sebenarnya
ucapan negatif saat pulang kampung bisa diatasi kalau klean punya mental yang
kuat. Tinggal disenyumin aja atau diam seribu bahasa. Namun kalau malah bikin
pusing mending menjauh deh untuk sementara.
Gimana,
lebaran mau damai atau perang? Wkwkwk. Maaf bukannya ngajak buat berani gelut ya. Cuma memang momen mudik sangat
bisa dibelokkan jadi momen yang memusingkan, karena ulah para oknum yang
memaksakan kehendak dan mengatur-atur gaya parenting. Anakku anakku anakmu urus
sendiri. Atau klean ada ide bagaimana cara mengatasi makhluk seperti ini?